Kelapa
sawit pertama kali diperkenalkan di Indonesia oleh pemerintah Belanda pada
tahun 1848, saat itu ada 4 batang bibit kelapa sawit yang dibawa dari Mamitius
dan Amsterdam lalu ditanam di Kebun Raya Bogor .
Pada
tahun 1911, kelapa sawit mulai diusahakan dan dibudidayakan secara komersial.
Perintis usaha perkebunan kelapa sawit di Indonesia adalah Adrien Hallet (orang
Belgia). Budidaya yang dilakukannya diikuti oleh K.Schadt yang menandai
lahirnya perkebunan kelapa sawit di Indonesia mulai berkembang. Perkebunan
kelapa sawit pertama berlokasi di Pantai Timur Sumatera (Deli) dan Aceh. Luas
areal perkebunan mencapai 5.123 Ha.
Pada
tahun 1919 mengekspor minyak sawit sebesar 576 ton dan pada tahun 1923
mengekspor minyak inti sawit sebesar 850 ton. Pada masa pendudukan Belanda,
perkebunan kelapa sawit maju pesat sampai bisa menggeser dominasi ekspor Negara
Afrika waktu itu. Memasuki masa pendudukan Jepang, perkembangan kelapa sawit
mengalami kemunduran. Lahan perkebunan mengalami penyusutan sebesar 16% dari
total luas lahan yang ada sehingga produksi minyak sawitpun di Indonesia hanya
mencapai 56.000 ton pada tahun 1948 / 1949, pada hal pada tahun 1940 Indonesia
mengekspor 250.000 ton minyak sawit.
Pada
tahun 1957, setelah Belanda dan Jepang meninggalkan Indonesia, pemerintah
mengambil alih perkebunan (dengan alasan politik dan keamanan). Untuk
mengamankan jalannya produksi, pemerintah meletakkan perwira militer di setiap
jenjang manajemen perkebunan. Pemerintah juga membentuk BUMIL (Buruh Militer)
yang merupakan kerja sama antara buruh perkebunan dan militer. Perubahan
manajemen dalam perkebunan dan kondisi sosial politik serta keamanan dalam
negeri yang tidak kondusif, menyebabkan produksi kelapa sawit menurun dan
posisi Indonesia sebagai pemasok minyak sawit dunia terbesar tergeser oleh
Malaysia.
Pada
masa pemerintahan Orde Baru, pembangunan perkebunan diarahkan dalam rangka
menciptakan kesempatan kerja, meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan sektor
penghasil devisa Negara. Pemerintah terus mendorong pembukaan lahan baru untuk
perkebunan. Sampai pada tahun 1980, luas lahan mencapai 294.560 Ha dengan
produksi CPO (Crude Palm Oil) sebesar 721.172 ton. Sejak itu lahan perkebunan
kelapa sawit Indonesia berkembang pesat terutama perkebunan rakyat. Hal ini
didukung oleh kebijakan Pemerintah yang melaksanakan program Perusahaan Inti
Rakyat Perkebunan (PIR-BUN).
PKS
Negeri Lama ini adalah milik PT. Socfin Indonesia yang berkedudukan di Medan.
PKS ini adalah salah satu dari PKS-PKS yang dimiliki PT. Socfin Indonesia yang
tersebar di Provinsi Nangro Aceh Darussalam dan Provinsi Sumatera Utara. Saya
tidak tahu pasti kapan PKS ini dibangun dan dioperasikan. Saya mendapat
petunjuk dari sebuat pelat nama(name plate) boiler yang sudah saya perbaiki
beberapa bulan yang lalu. Dari pelat nama tersebut saya dapati bahwa boiler
yang ada dioperasikan mulai tahun 1927. Boilerya pun masih sangat sederhana,
hanya pakai 1 lorong api, tanpa fire tube. Jumlahnya 4 unit, dan semuanya masih
beroperasi dengan baik. Boiler ini tidak dipergunakan untuk memutar turbin yang
menhasilkan listrik, tetapi hanya dipergunakan untuk proses, 6 bar sudah cukup.
Jika saya hitung dari kapasitas
boiler yang ada, pabrik ini mempunyai kapasitas terpasang sebesar 10 ton Tandan
Buah Segar (TBS) perjam. Pabrik ini berlokasi di Daerah yang disebut Negeri
Lama, Kecanmatan Bilah Hilir, Kabupaten Labuhan Batu, Propinsi Sumatera Utara.
Naik mobil dapat ditempuh selam kurang lebih 6 jam dari Medan. Untuk mencapai
pabrik kita harus menyeberangi Sungai Bilah dengan menggunakan ponton. Lokasi
ponton 2 km sebelum pabrik. Ponton ini dibuat dan dioperasikan oleh PT.
Socfindo. Ponton ini mampu dilewati oleh truk berkapasitas 7500 kg. Selain
untuk keperluan operasional perusahaan, ponton ini juga dipergunakan untuk
keperluan masyarakat.
PANEN SAWIT
Tidak ada komentar:
Posting Komentar